Buku Klasik


Notes on the Bedouins and Wahabys



Ringkasan isi Buku

Tahun 1802, pasukan Abdul Azis bin Muhammad bin Saud (anak sulung pendiri dinasti Saudi I),  menyerbu Karbala. Peristiwa ini dilatarbelakangi pembunuhan beberapa orang Nejed yang dilakukan orang Karbala. 

Maka masuklah pasukan Abdul Azis ke Karbala,  namun pembunuhnya tidak diserahkan. Mereka lalu mengultimatum, namun diacuhkan. 

Mereka lalu membunuh orang-orang Syiah tsb. Pasukan ini menghancurkan kubah yang didirikan untuk memuja dan berdoa kepada Husain bin Ali radhiyallahu anhuma. Kuburan ini juga jadi tempat orang-orang musyrik ini mencaci istri Rasulullah.

Tahun 1804 Abdul Azis ditikam ketika hendak melakukan shalat oleh seorang Syiah. Orang Syiah tsb berpura-pura menerima dakwah tauhid, namun merencanakan pembunuhan, dan berhasil. 

Kepemimpinan Abdul Azis diteruskan putranya,  Abdullah yang segera melanjutkan misi ayahnya.  Pasukan Abdullah kemudian masuk ke Mekkah-Medinah, memberantas kemaksiatan yang terjadi di kota suci tsb. 

Mereka mengawal para jamaah haji dan membunuh para perampok. Sebuah sumber menyebut,  Abdullah  mendatangkan 2.000 unta dari Ahsa untuk antar-jemput jamaah dari pelabuhan Yanbu di tepi Laut Merah hingga ke Mekkah. 

Abdullah mengirim surat ke Istanbul, mengabarkan kondisi tsb dan meminta Istanbul melarang praktek-praktek kemaksiatan dan kesyirikan di Tanah Haram. Tentu saja, banyak yang benci dengan hal ini. 

Mereka yang benci ini pun membuat laporan-laporan ke Istanbul. Istanbul terpancing. Disuruhlah gubernur Ottoman di Mesir,  Muhammad Ali Pasha,  utk mengumpulkan informasi. Muhammad Ali adalah orang Albania,  bukan Mesir. 

Muhammad Ali Pasha mengumpulkan informasi, lalu dikumpulkanlah para ulama Al-Azhar menilainya. Dihadapan ulama Al-Azhar dibacakan laporan-laporan tsb. Namun para ulama ini menilai,  tdk ada yang salah dengan aktivitas Ibn Saud. 

Dalam laporan tsb,  disebutkan bhw Ibn Saud melarang khamer,  penggunaan sutra dan emas bagi laki-laki, rombongan penyanyi dan pemusik,  dan sebagainya. Sesuatu yang diinginkan para ulama itu untuk diberantas,  namun mereka tidak mampu. Penggunaan sutra dan emas bagi laki-laki,  sudah umum di Istanbul bahkan dikalangan pejabat. Lebih-lebih musik,  sudah jadi menu istana. 

Namun Muhammad bin Ali Pasha melihat kasus ini utk menaikkan daya tawarnya kepada Istanbul. Dia memutuskan membasmi dakwah Ibnu Saud. 

Dia pun mengerahkan tentara, menyerbu Hijaz dan berhasil namun belum menghabisi dinasti Saud. Pasukan Ottoman Mesir itu mengirim 4.000 telinga sbg tanda kesuksesan. 

Lalu penaklukan dilanjutkan anaknya Ibrahim Pasha. Singkat cerita, misi Ibrahim menumpas kekuatan dinasti Saud I berhasil. Tentu dengan cerita kekejaman. 400 orang keluarga Ibn Saud dan keluarga Muhammad bin Abdul Wahhab (AluSyaikh) ditangkap dan dikirim ke Kairo. Salah satu keturunan Alu Syaikh kemudian mengajar fikih Hambali di Al-Azhar. 

Abdullah bin Muhammad bin Saud sendiri dibawa ke Istanbul. Disana dia diarak untuk dipermalukan. Bersama 2 (dua)  orang pengikutnya,  dia dipancung dihadapan khalayak. 

Sebelum dieksekusi, diputarkan musik berupa seruling, gitar,  dan alat musik lainnya. Mereka melakukannya karena tahu bahwa "Wahhabi" mengharamkan musik.

Berita kekalahan dinasti Saud dirayakan di Kairo. Shah Iran,  pemimpin dinasti Shafawi Syiah di Iran mengirim surat ke Kairo. Dia mengucapkan selamat dan mengungkapkan kegembiraanya. Dendam Syiah puluhan tahun telah terbalaskan.. 

Seratus tahun setelah eksekusi itu,  dinasti Ottoman bubar. Para sultannya dihinakan oleh bangsanya sendiri. Untuk keluar dari istana, sultan Mehmed IV bahkan harus melalui pintu dapur,  sebelum diusir dari Istanbul. Dia keluar menuju Italia dengan menumpang kapal HMS Malaya milik Inggris.

Referensi:
Alexei Vassiliyev,  "The History of Saudi Arabia"
JL. Burckardt,  "Notes on Bedouins and Wahhabys" Vol. II.
Di Tulis oleh: Ibnu Rajab (FB Ibnu Rajab; Moslem, System Creator, Never Sleep)

Komentar

https://mwilibrary.blogspot.com/2020/01/blog-post.html

BUKU & MP3 Murottal